Minggu, 13 Juni 2010

Catatan Akhir Tahun Sani

2008-12-30
Tak terasa waktu berputar dengan cepatnya sepertinya baru kemarin aku datang di kota Jember ini, untuk mengikuti SPMB demi tujuan kuliah di Universitas Tegal Boto dan mungkin juga demi selembar sertifikat kelulusan. Sementara untuk biaya kuliahku ini setelah lulus SPMB 2005 ditanggung oleh kakak perempuan yang tertua, hingga kini sudah 3 ½ tahun berselang dan aku sudah di semester 7. Rasanya aku baru kemarin menjadi mahasiswa baru dan mengikuti PK2 Fakultas, tapi sekarang tanpa terasa sudah menjadi kakak dari tiga angkatan di bawahnya. Berbagai peristiwa telah aku lewati baik suka maupun duka kini telah menjadi satu, sebuah kenangan tak terlupakan. Suatu lompatan karir telah aku alami selama di rantau ini, bermula dari anak yang biasa-biasa saja di sebuah kota kecil di ujung barat Jawa Timur kini telah menjadi staff inti dari organisasi ekstra mahasiswa di Jember. Sempat menjadi Ketum Komsat tapi tidak terlalu sukses karena ditelan ego masing-masing anggotanya, dan juga karena sarana dan prasarana yang tidak mendunkung. Setidaknya aku sudah tahu serba sedikit mengenai politik kampus dan dunia pergerakan mahasiswa, terkadang penuh dengan intrik, konspirasi bahkan tak jarang menelikung kawan sendiri dari belakang.

2008-12-31
Malam ini adalah malam terakhir di tahun 2008, dan seperti biasasanya bagian terindah dari peristiwa ini adalah detik-detik menjelang pergantian tahun, yang selalu dihiasi dengan pesta kembang api dan petasan. Dimana hal itu semakin menambah kesemarakan dan kemeriahan datangnya tahun baru, tapi seringkali semua orang lupa (terutama yang muslim) bahwa kebanyakan mereka sebenarnya tidak tahu dan cenderung latah untuk ikut-ikutan merayakan suatu peristiwa yang di dalam al-Qur’an dan Hadits sendiri tidak ada ketentuannya. Bahkan kalau dipikir-pikir aneh juga, orang-orang Islam di suatu negeri yang mayoritas penduduknya Muslim justeru larut dalam kemeriahan datangnya tahun baru masehi, yang kalau mereka paham segala perayaan dan ritual itu adalah kebiasaan dan kebudayaan orang-orang Nashrani. Jika melihat kenyataan ini aku kembali teringat dengan sebuah hadits yang sangat kuhafal semenjak SD, “Barangsiapa meniru/mengikuti kebiasaan suatu kaum maka dia akan menjadi bagian dari kaum itu.” Dan sampai sekarang aku yakin kalau hadist itu memang benar adanya. Namun sepertinya kita tanpa sadar telah melupakan peringatan dalam hadist ini, bahkan aku sendiri terkadang juga larut dalam ke’jahilan’. Contohnya saat ini di atas atap kost_anku, untuk beberapa detik aku terhipnotis oleh keindahan kembang api dan petasan dari alon-alon kota yang terlihat hingga ke tempatku berdiri sekarang. Aku hanya bisa berdo’a semoga tidak termasuk dalam golongan orang-orang munafik. Dan semoga saja penduduk negeri ini tidak terlarut dalam perayaan tahun baru tetapi juga, memikirkan kondisi saudara-saudaranya di seantero tanah air yang masih serba kekurangan dan juga meringankan beban saudaranya lain bangsa di Gaza, Palestina yang mengalami Genosida oleh Zionis Israel sejak 27 Desember kemaren. “Sesungguhnya setiap muslim itu bersaudara…”

2009-01-7
Hari ini jadwal hari kedua UAS Semester Gasal Universitas Tegal Boto, khususnya Fakultas ISIP. Seusai ujian Statistik yang memusingkan dan tak begitu aku pahami, tepat jam 09:05 aku langsung bergegas dengan mengendarai motor supra kesayanganku ke Jl. Jayawarsa II. Tepatnya ke masjid Nur-Rahman. Kebetulan disana ada pengajian Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, mantan amir MMI yang sempat ditahan Mabes Polri sekitar dua tahun, dengan tuduhan mendalangi berbagai aksi terorisme di tanah-air. Ya, memang tokoh ini cukup controversial bagi sebagian kalangan di tanah air, tapi bagiku beliau orang yang hanif dan benar-benar ikhlas menegakkan agama Islam. Aku sendiri sempat dua tahun lebih belajar tafsir al-Qur’an dan Hadist ke salah satu murid beliau di kota ini. Jadi secara tidak langsung beberapa ideologi dari kelompok ini yang mungkin cenderung keras juga ikut masuk ke pemikiranku, meskipun di waktu yang bersamaan aku juga belajar agama kepada salah satu Ustadz dari Jama’ah tarbiyah (meskipun baru ikut ngaji di semester 3). Dapat dikatakan di awal-awal kuliah aku justeru lebih getol ‘ngaji’ dibandingkan belajar kelompok, di semester awal aku mengikuti tiga kelompok kajian sekaligus; pertama adalah kajian tafsir al-Qur’an dan Hadits oleh Ustadz MMI, kedua kajian di LDK, dan terakhir pertemuan rutin sekali seminggu di markas JT (Jama’at Tabligh) Jember. Mungkin juga hal itu dipengaruhi rasa keingintahuanku yang cukup besar, itulah yang jadi kelebihan sekaligus kelemahanku, cos terkadang aku juga cepat bosan. Sehingga kajian yang tetap bertahan saat ini adalah, kajian oleh ustadz dari jama’ah tarbiyah yang mulai ku ikuti sejak semester 3. Kembali lagi ke Kajian di Nur-Rohman, ketika aku datang para peserta pengajian sudah banyak yang berdatangan, tapi hingga jam sepuluh belum kelihatan tanda-tanda kedatangan rombongan Ustadz Abu. Setelah memarkir motor di sebelah barat-laut masjid, aku menemui teman-temanku yang sedari tadi sudah datang di masjid, mereka adalah para remas dan teman satu kostku dulu. Pertama kali datang ke kota ini aku langsung akrab dengan mereka, sambil menunggu dimulainya acara kami saling bertukar kabar masing-masing dan ngobrol sebentar. Akhirnya datang juga yang kami tunggu-tunggu, Ustadz Abu dan rombongan tepat pada pukul 10:25, panitia acara yang terdiri dari remas dan para murid sang Ustadz segera sibuk menyambut kedatangan beliau dan menata ruangan di dalam masjid. Tak berapa lama acarapun segera dimulai, dimulai dengan pembukaan oleh ketua remas kemudian langsung acara inti yaitu, ceramah oleh Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Dalam ceramahnya beliau menekankan pentingnya penegakan syari’at Islam di tanah air dan juga perlunya berjihad membantu saudara sesama muslim di Gaza, dengan catatan tergantung kemampuan kita masing-masing dan tidak harus dengan senjata, beliau juga mengutip beberapa ayat-ayat al-Qur’an dan beberapa bait Hadis untuk memperkuat argumennya. Bahkan sempat juga beliau mengungkapkan kelemahan sistem demokrasi dan kesesatan paham nasionalisme, yang nota bene menjadi acuan ideologi bangsa dan negara ini. Dan beliaupun kemudian langsung membuka sesi Tanya-jawab, setelah kurang lebih 30 menit memaparkan argument dan petuah-petuahnya. Akupun langsung pamit ke teman-temanku setelah penanya pertama mendapat tanggapan dari Ustadz Abu, untuk kembali ke kampus masih ada satu ujian hari ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2010 MOSAG-Moslems Avant Garde | Design : Noyod.Com | Images: Moutonzare