Jumat, 11 Juni 2010

GAZA, ISRAEL DAN RELAWAN KEMANUSIAAN Oleh : Fibri Iman Santosa *(Penulis adalah Mahasiswa Semester Akhir HI/FISIP/UNEJ/’05. Masih menjabat di Dept. Bi

Pendahuluan
Masih belum lekang dari ingatan kita aksi kebiadaban Israel beberapa hari lalu (senin, 31 Mei 2010), terhadap relawan bantuan kemanusiaan Gaza. Sejak awal Israel seperti sudah merencanakan skenario ini, karena mereka menggunakan pasukan komando untuk menghalau para relawan kemanusiaan. Padahal tujuan relawan bantuan kemanusiaan untuk korban Gaza, adalah murni demi rasa kemanusiaan dan HAM. Tapi entah apa yang dipikirkan Israel, mereka justeru menerjunkan pasukan komando ke sembilan buah kapal berbendera Turki yang mengangkut sekitar 800 relawan dari berbagai negara, yang menggunakan sandi ‘The Freedom Flotilla’ itu. Sedangkan semua orang mengetahui, bahwa umumnya pasukan komando tidak mengenal perintah lain, kecuali serang dan habisi. Disinilah letak kebiadaban Israel, mereka sama sekali tidak membedakan sasaran dalam aksi bersenjatanya, dengan berdalih membela diri akibat dua anggota pasukan komandonya dikeroyok relawan, mereka menghujani para relawan di atas kapal Mavi Marmara dengan peluru tajam dari dalam helikopter. Akibat aksi biadab Israel ini, seluruh dunia mengecam termasuk Turki yang selama ini adalah satu-satunya sekutu strategisnya di Timur-Tengah, bahkan Negara-negara Eropa seperti Yunani mendesak aktivis asala negerinya dibebaskan dan Jerman pun melalui pernyataan resmi kanselir Angela merkel turut mengutuk dan mengecam kebiadaban Israel tersebut. Hal ini sudah membuktikan kekejaman Israel sudah melampaui batas kemanusiaan dan norma-norma hukum internasional. Sangat disayangkan AS sebagai ‘bapak asuh’ Israel cenderung berdiam diri. Dewan Keamanan PBB pun seperti kehilangan suara. Selain itu yang lebih memprihatinkan lagi, pemimpin negeri ini hanya bisa mengecam aksi biadab Israel, padahal diantara relawan yang sekarang ditahan Israel, terdapat 12 relawan asal Indonesia. Seperti tidak mau belajar dari sikap gentle preisden Iran Ahmadinejad maupun PM Turki Erdogan, yang masing-masing dengan tegas mendukung perjuangan para relawan kemanusiaan untuk Gaza, bahkan Erdogan siap mengirimkan tiga pesawat militernya untuk menjemput relawannya yang ditahan Israel. Sikap presiden kita justeru berkebalikan dari keduanya, hanya mengecam saja, malahan minta bantuan presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk kebebasan relawan asal Indonesia, padahal hubungan presiden Abbas dengan Israel sendiri tidak cukup baik. Nampaknya ormas-ormas di Indonesia, khususnya yang berbasis Islam perlu menekan pemerintah untuk bisa bertindak lebih tegas lagi, dalam menyikapi tragedi di atas kapal ‘Mavi Marmara’. Karena ini juga menyangkut kredibilatas bangsa yang berasakan Pancasila dan UUD ‘45 ini, yang dalam preambule-nya dengan tegas menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan diatas dunia harus dihapuskan.


Kondisi Gaza Selama Blokade
Tragedi kemanusiaan Gaza bermula ketika gerakan perlawanan Hamas mengambil alih penguasaan kota itu, yang sebelumnya berada di tangan faksi Fatah (bagian dari PLO). Sejak saat itulah pemerintahan zionis Israel memutuskan memblokade Gaza, baik secara militer maupun ekonomi. Blokade itu secara langsung telah melumpuhkan Gaza, karena wilayah dengan kepadatan (+) (-) 370 KM2 itu sudah sangat sesak dengan ratusan ribu penduduk. Secara kronologis pengambilalihan wilayah Gaza bermula ketika Hamas, salah satu gerakan perlawanan Palestina terhadap penjajahan Israel, memenangkan pemilu legislatif Palestina pada Januari 2006. Yaitu dengan meraih 76 dari 132 kursi anggota parlemen palestina, otomatis kabinet yang terbentuk kemudian di dominasi oleh anggota Hamas. Meskipun pada akhirnya kabinet persatuan Palestina Hamas-Fatah bubar, akibat perseteruan dan sikap keras kepala kedua kubu. Semakin membenarkan thesis John L. Esposito, gerakan perlawanan dengan ideologi apapun di dunia ini kebanyakan sukses saat memanggul Kalashnikov, tapi rata-rata gagal dalam memegang tampuk kekuasaan. Meskipun tidak bisa dipungkiri, tekanan internasional (khususnya AS dan Uni Eropa) terhadap pemerintahan Hamas dan sabotase Israel juga memicu pertikaian Hamas-Fatah, yang puncaknya adalah perebutan wilayah Gaza oleh Hamas dari tangan Fatah sekitar pertengahan 2008. Saat itu opini masyarakat internasional (Negara-negara di dunia, termasuk Uni Eropa), masih mendukung blokade ekonomi Israel terhadap Gaza yang dikuasai Hamas dan kebanyakan berita-berita yang dilansir media Barat, cenderung memojokkan posisi Hamas. Namun sekarang keadaan telah berubah peristiwa Mavi Marmara telah membuka mata masyarakat internasional, bahwa Israel tidaklah sebaik yang mereka kira.
Apalagi keadaan yang sekarang menjadi fakta sesungguhnya mengenai fakta riil di Palestina, khususnya di Gaza, menunjukkan popularitas Hamas justeru semakin meningkat di luar Gaza. Hal itu dibuktikan dengan berita yang dimuat Koran Zionis, Yediot Aharonot mengenai pengaruh Hamas di Judaea dan Samaria (Tepi Barat Sungai Jordan), yang sangat dikhawatirkan oleh Menlu Rezim Zionis Israel, Danny Ayalon. Sehingga mau tidak mau Israel harus menempatkan pasukannya di kedua wilayah tersebut, sekaligus demi keberlangsungan pemerintahan Otorita Palestina di Ramallah, yang dipimpin presiden Mahmoud Abbas. Fakta ini sudah menunjukkan jika wibawa pemerintahan PLO (dari faksi Fatah) sendiri, telah jauh menurun di mata warga Palestina, sebab sekarang ini mereka telah melihat keselamatan nyawa Abbas adalah atas belas kasihan Israel. Sedangkan pemerintahan Hamas yang beberapa waktu lalu sempat diberitakan mengalami krisis keuangan, berita itu dibantah oleh Yusuf Rezqa, Penasihat Politik Pemerintahan Palestina. Dia mengungkapkan keadaan sesungguhnya mengenai kondisi pemerintahan konstitusional Hamas, yang tidak memiliki masalah untuk menggaji para karyawannya di jalur Gaza yang mencapai 32 ribu pegawai. Hanya kendala teknis secara administrasilah yang menyebabkan keterlambatan pembayaran gaji para karyawan, bagaimanapun saat ini Hamaslah yang menjadi penguasa di jalur Gaza dan otomatis, bertanggung jawab atas nasib ke 32 ribu pegawai yang tinggal di wilayah itu.
Mengenai sikap resmi Hamas terhadap aksi biadab Israel di laut internasional, terhadap armada kapal ‘The Freedom Flotilla’ khususnya kapal Mavi marmara, yang mengangkut ratusan aktivis dari berbagai negara. Mereka sangat mengutuk peristiwa itu, melalui wawancara via telpon antara Mahmud Zahar, pendiri Hamas di Gaza, dengan Faisal Assegaf dari Tempo telah menunjukkan sikap tegas Hamas. Pada kesempatan itu Mahmud Zahar mengatakan, jika warga Gaza turut mengutuk dan marah kepada Israel berkaitan dengan tragedy Mavi Marmara. Tetapi mereka juga senang karena dengan peristiwa itu, kredibilitas Israel jatuh dihadapan masyarakat internasional. Selanjutnya Uni Eropa yang biasanya pro Israel, saat ini bersama Rusia turut mendesak pemerintah zionis itu untuk membuka perbatasannya, baik yang ada di Mesir maupun Lebanon demi memudahkan masuknya bantuan kemanusiaan. Meskipun kemungkinan besar peristiwa ini bukanlah akhir dari kekejaman Israel.

Hubungan Israel Dengan Negara-negara Se-Kawasan
Israel sendiri yang berdiri sejak 1948, adalah semata-mata atas bantuan kolonial Inggris. Mereka berhasil menguasai Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem Timur dalam Perang Enam Hari di tahun 1967. Hingga kini pun masyarakat internasional menganggap ketiga wilayah itu (Jalur Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem Timur), adalah jajahan Israel dan bukan wilayah sah negara zionis itu. Sejak Negara zionis Israel berdiri hingga saat ini, tidak ada satupun negara-negara di Timur-Tengah yang menjalin hubungan resmi dengannya. Satu-satunya mitra strategis mereka di kawasan itu adalah Turki, yang sekarang ini hubungannya dengan Israel cenderung memanas. Terutama setelah perang mulut antara presiden Israel, Simon Peres dengan PM Turki, Erdogan, di Forum Ekomi Dunia di Davos, Swiss yang diakhiri dengan aksi walk out dari PM Turki tersebut. Sebagai bentuk protes terhadap applaus yang diberikan peserta untuk pernyataan presiden Israel, Simon Peres yang mengatakan aksi militer Israel di Gaza adalah bentuk pembelaan diri. Walaupun sebenarnya di antara negara-negara Timur-Tengah juga ada yang menjalin hubungan dagang rahasia dengan negara zionis itu, intinya terlalu banyak konspirasi dan rahasia dibalik keberadaan Israel. Mungkin kebanyakan warga muslim dunia saat ini, terkesan dan kagum dengan ketegasan dan keberanian Ahmadinejad, presiden Iran dalam menentang hegemoni AS di Timur-Tengah dan kebiadaban Israel di Palestina (khususnya Gaza). Tapi mungkin tidak banyak yang mengetahui konspirasi antara Israel, AS dan Ayatullah Khomeini, dibalik pengeboman jet-jet tempur AU Israel terhadap reaktor nulir Irak di Osirak, pada tahun 1981. Ketika itu timbul kekhawatirkan Iran akan ‘mengekspor’ revolusinya, ke seluruh dunia, secara resmi AS bermusuhan dengan Iran dibawah rezim Khomeini, sehingga Paman Sam menyuplai persenjataan dan uranium ke Irak untuk menghambat ekspansi ideologi Iran (sebenarnya secara diam-diam, AS juga menyuplai senjata ke Iran). Kebanyakan Negara Timur-Tengah juga ikut menyuplai dana bagi Iraq, untuk membendung pengaruh Iran yang berkembang menjadi perang teluk I (1980-88).
Israel turut memberikan andil dalam perang Iraq-Iran, di dalam buku berjudul Treacherous Alliance: The Secret Dealings Of Israel, Iran and The U.S.(dalam edisi Indonesia, Aliansi yang Membingungkan: Kesepakatan Rahasia di Antara Israel, Iran dan AS). Dalam buku ini Trita Parsi (sang penulis) membeberkan adanya fakta yang terlupakan, bahwa sekitar awal 1980-an terjadi pertemuan rahasia di Tel Aviv antara pegawai senior Israel dan perwakilan Khomeini. Pada pertemuan itu Israel membeberkan rencananya menyerang reaktor nuklir Osirak, milik Iraq dan utusan Iran juga membeberkan detail lokasi keberadaan reaktor tersebut, termasuk kegagalan penyerangan mereka sebelumnya pada 30 November 1980. Kedua pihak mencapai kata sepakat dalam pertemuan itu, bahkan Iran juga mengijinkan jet-jet tempur Israel mendarat di Pangkalan Udara Tabris bila keadaan gawat. Akhirnya pada 7 Juni 1981, jet-jet tempur Israel terdiri dari delapan F 15 dan enam F 16, membobardir reaktor nuklir Osirak milik Irak dan kembali ke pangkalannya di Israel tanpa suatu kerugian apapun. Anehnya kesepakatan rahasia ini tidak banyak diketahui banyak pihak, mungkin karena perbedaan kepentinganlah yang membuat Iran saat ini cenderung memusuhi Israel, hal itu bisa dilihat dari pernyataan-pernyataan Ahmadinejad yang sangat anti-Israel dan AS.
Meskipun Israel sempat disegani Negara-negara di kawasan Timur-Tengah karena ketanggguhan militernya, yang dibuktikan dengan kemenangan-kemenangannya dalam tiga kali perang Arab-Israel (1948-1949, 1956 dan 1967). Pesona ketangguhan militer Israel sebenarnya mulai memudar dalam Perang Yom Kippur, atau umat Islam mengenangnya sebagai Perang Ramadhan 1973. Saat itu angkatan perang Mesir yang beraliansi dengan Suriah, berhasil memukul mundur militer Israel dari Sinai dan wilayah Suriah yang di duduki Israel. Tanpa adanya suplai senjata dari AS di saat menentukan, negara zionis itu sudah pasti kalah dari aliansi Mesir-Suriah, sebab saat itu korban di pihak Israel sudah mencai 2500 orang tentara. Tapi Israel masih bisa menjaga reputasi militernya, dengan invasi ke Libanon 1982 yang disokong milisi Phalangis (kelompok bersenjata Nasrani Libanon pro-Israel), milisi itu menjadi kepanjangan tangan Israel membantai warga muslim disana. Hal itu akhirnya memicu lahirnya gerakan Hizbullah, sebagai bentuk perlawanan terhadap invasi Israel, kelak dikemudian hari Hizbullah tercatat dalam sejarah sebagai sebuah gerakan Islam yang mampu mengusir Israel dua kali dari Libanon (penarikan mundur pasukan Israel dari libanon selatan, awal tahun 2000-an dan kekalahan memalukan Israel dalam perang selama Agustus 2006). Adanya hizbullah ternyata juga menginspirasi lahirnya Hamas di Palestina, yang juga menyulitkan Israel dan sama seperti halnya Hizbullah di Libanon, Israel gagal menumpas Hamas selama dua dasawarsa lebih sejak gerakan itu didirikan syeikh Ahmad Yassin pada 1987. Kondisi di Palestina khususnya gaza dan juga Libanon dalam satu dasawarsa terakhir, menunjukkan ketidakmampuan Israel dalam mengontrol wilayah pendudukannya (lebih tepatnya jajahan), dikarenakan dalam wilayah tersebut terutama di Tepi Barat masih sering terjadi aksi bom syahid dari anggota Hamas maupun Jihad islam. Gangguan-gangguan keamanan semacam itu di Israel, telah membuat warga Yahudi diluar Negara itu enggan untuk tinggal di Israel, karena mengkhawatirkan keselamatannya dan keluarganya.
Selama ini satu-satunya Negara yang menjadi sekutu Israel di Timur-Tengah adalah Turki. Namun sejak insiden walk out oleh PM Turki Erdogan pada Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss yang diperparah dengan penghinaan terhadap Dubes turki untuk Israel. Hubungan kedua Negara masih tegang hingga saat ini, bahkan PM Turki, recep tayyep Erdogan sendiri mendesak PBB untuk menjatuhkan sanksi kepada Israel, yang telah terbukti berkali-kali melanggar resolusi perdamaian dari PBB. Padahal ketika awal berdirinya Israel, para jenderal senior Turki menjalin kerjasama diam-diam dengan negara zionis itu, sementara secara resmi mereka menjalin hubungan diplomatik. Pada 1950-an hubungan kedua Negara berkembang menjadi kerjasama di bidang ekonomi dan militer. Hingga awal tahun 2000-an kedua negara masih sering mengadakan latihan militer bersama, sampai secara resmi dihentikan secara sepihak oleh PM Recep Tayyep Erdogan. Sedangkan Mesir yang meskipun bukan sekutu Israel, tetapi karena terikat perjanjian Camp David 1978, dimana Mesir harus meninggalkan politik konfrontasinya dengan Israel dan menghentikan bantuannya terhadap gerakan perlawanan Palestina (dengan imbalan dikembalikannya semenanjung Sinai). Sehingga menjadikan posisi Mesir ibarat kartu mati dalam percaturan politik Timur-Tengah, walaupun sebenarnya saat ini gelombang kebencian terhadap Israel dan rasa ketidakpuasan akan sikap pemerintah Mesir terhadap konflik Palestina, semakin meningkat. Hal itu dibuktikan dengan beberapa kali aksi massa yang mencapai ribuan orang, yang digalang oleh Ikhwanul Muslimin gerakan Islam terbesar di Mesir. Tidak menutup kemungkinan pula sikap Mesir terhadap Israel akan berubah dikemudian hari, dan tentunya itu akan semakin mengucilkan Israel di kawasan Timur-Tengah. Sementara Negara-negara lainnya di kawasan ini seperti, Iran, Suriah dan kemudian Libanon secara umum, mengambil sikap tegas mengutuk kebiadaban Israel dalam penembakan relawan kemanusiaan diatas kapal Mavi Marmara. Sedangkan di dalam negeripun tidak kurang kecaman yang datang dari media Israel. Media Yediot Aharonot mengatakan bahwa, aksi pasukan komando Israel di atas kapal Mavy Marmara tidal lebih dari aksi amatiran, karena pasukan penjaga perbatasan jauh lebih berpengalaman dalam mengusir orang-orang semacam para relawan itu.

Posisi Relawan Kemanusiaan
Tindakan para relawan kemanusiaan untuk Gaza, yang tergabung dalam armada ‘The Freedom Flotilla’, yang terdiri dari Sembilan buah kapal berbendera Turki, dapat dikatakan sebagai aksi heroik. Tanpa menghiraukan bahaya yang bakal dihadapi, mereka datang dari berbagai Negara di penjuru dunia. Secara ideologi dan kepercayaan mereka berbeda-beda, hanya satu hal yang menyatukan mereka, yaitu kemanusiaan. Demikian juga yang akhirnya memantik rasa simpati masyarakat internasional, kepada rombongan relawan kemanusiaan ini, rasa kemanusiaan telah menimbulkan solidaritas diantara mereka. Belum lagi mengenai nasionalisme, hak rakyat Palestina khususnya Gaza adalah memperoleh kemerdekaan, sebagaimana hak seluruh bangsa di dunia. Fakta ini menunjukkan bahwa, tragedi Gaza bukan lagi mengenai soal agama atau ideologi, melainkan sudah menyentuh ranah humanisme dan nasionalisme. Apalagi diantara relawan kemanusiaan yang menjadi korban, atau menjadi tawanan Israel bukan hanya dari Negara muslim saja, tetapi juga ada yang mantan diplomat karir AS dan anggota parlemen Jerman. Tidak ketinggalan pula Yunani juga turut menyumbangkan relawannya, bahkan diantara mereka juga ada yang di tahan Israel. Berkebalikan dengan fakta jika selama ini Yunani cenderung memusuhi negara muslim, seperti Turki. Namun fakta yang ada sekarang telah menunjukkan jika orang Yunani dan orang Turki, bisa berada dalam satu armada kapal relawan kemanusiaan. Demi tegaknya rasa kemanusiaan, semua pihak dari berbagai Negara bersedia mengesampingkan egosentrisme kebangsaan.
Fenomena dari peristiwa ‘Mavi Marmara’ cukup menarik untuk disimak. Kapal Mavi Marmara hanyalah salah satu dari Sembilan buah kapal di dalam armada kemanusiaan ‘The Freedom Flotilla, yang dengan kecepatan 15-20 Km/jam mendekati Gaza. Mereka adalah para relawan kemanusiaan yang berasal dari sekitar 50 negara, diperkirakan berjumlah sekitar 800 orang, dengan membawa barang-barang bantuan untuk warga Gaza. Namun ternyata di perairan dekat pelabuhan Ashdod, yang merupakan salah satu pintu masuk ke Gaza, telah menunggu pasukan Israel yang siap menghadang bahkan menembak iringan kapal bantuan dan memenjarakan penumpangnya. Akhirnya terjadilah yang dikhawatirkan pada senin (31 Mei) kemarin, dua anggota pasukan komando yang diterjunkan dari helikopter, berhadapan dengan para penumpang kapal Mavi Marmara yang bersenjatakan seadanya (kayu, kunci inggris, besi batangan, dll). Dua anggota pasukan komando yang tidak terbiasa menghalau orang dalam jumlah besar, terlihat kewalahan menghadapi ‘kegigihan’ para penumpang kapal, kemudian keluarlah perintah maut dari komandan mereka untuk mengeluarkan tembakan. Akibatnya Sembilan orang relawan tewas dan yang lainnya mengalami luka-luka serius, media Israel melaporkan 19 orang relawan tewas (jumlah korban masih simpang-siur sampai sekarang, semua info di sensor Israel). Peristiwa itu atau yang lebih pantas disebut tragedi kemanusiaan, adalah bukti sekali lagi dari kebiadaban Israel yang tidak pandang bulu dalam memilih korbannya. Kali ini bukan lagi Hamas, Hizbullah, maupun warga sipil Palestina, melainkan relawan bantuan kemanusiaan untuk Gaza yang tidak bersenjata (kecuali seadanya dan tidak berarti dibandingkan senjata pasukan komando) ikut menjadi korban kebiadaban dan kebrutalan pasukan Israel.
Meskipun kabar terbaru memberitakan bahwa Israel telah membebaskan sejumlah relawan, yang sebelumnya ditahan. Namun nasib mengenai relawan lainnya yang masih ditahan belum jelas. Apalagi baru-baru ini tepatnya kemarin (senin, 7 Juni 2010), dari sejumlah media tanah air (Ex: TV One, Metro TV, dll.) memberitakan pasukan keamanan Israel kembali menahan para relawan kemanusiaan. Kali ini dari kapal Rachel Corrie, hal ini menunjukkan jika aksi biadab dan brutal israel masih akan terus berlanjut dan tidak berhenti sampai disini. Karena sudah menjadi rahasia umum, jika Negara zionis itu menginginkan terlaksananya cita-cita ‘Israel Raya’ yang meliputi negara-negara sekitar sungai Euphrat dan sungai Nil. Kalaupun itu terlaksana, kemungkinan besar Israel tidak akan berhenti sebelum seluruh dunia ini mereka ‘telan’ habis.

Kesimpulan
Seandainya kita mencoba meng-komparasikan (membandingkan) carut-marut dan berbagai peristiwa politik dunia saat ini (isu terorisme internasional, al-Qaeda dan Jama’ah Islamiyyah; konflik etnis di Darfur, Sudan Selatan; pembatalan kunjungan Obama ke Indonesia, dll.) dengan tragedi kemanusiaan yang terjadi di Gaza. Baik itu penindasan Israel terhadap warga Palestina, khususnya warga Gaza yang di blokade ekonominya, maupun berupa pembantaian relawan kemanusiaan Gaza di kapal Mavi Marmara. Di sini terdapat sebuah kecenderungan, bahwa sebenarnya semua konflik selain yang ada di Palestina, adalah turunan dari konflik yang ada di Palestina. Mungkin bagi sebagian orang asumsi ini terkesan mengada-ada, padahal sebenarnya fakta yang terjadi memang kurang lebih seperti itu. Karena jauh sebelum berdirinya Negara zionis Israel, telah ada Freemasonry, sebuah organisasi ‘bebas-rahasia’ bentukan Yahudi yang beranggotakan orang-orang non-Yahudi (kecuali di pucuk pimpinan) demi penyebaran gagasan zionisme. Hal ini dilakukan agar ada pendukung-pendukung gerakan zionisme, meskipun mereka berasal dari kalangan non-Yahudi. Jaringan yang dibangun orang-orang Freemasonry sangat rapi dan mampu menyesuaikan diri, dengan kondisi sosial-politik daru wilayah/negara yang mereka masuki. Sebagai contoh di Negara ini saja, beberapa tokoh bangsawan kraton Jawa (diantaranya Pakualam VIII) dan tokoh-tokoh pergerakan Boedi Oetomo (Dr. Soetomo, Dr. Wahidin Sudirohusodo), mereka semua adalah anggota-anggota dari Freemasonry Loge Mataram. Dalam setiap pertemuannya, di tempat yang di juluki ‘Rumah setan’ (karena sering terdengar nyanyian dengan bahasa yang asing bagi warga setempat), mereka selalu mengawalinya dengan pembacaan ayat-ayat dari Kitab Suci al-Qur’an. Alasan dari tokoh-tokoh ini masuk gerakan ini terdengar cukup aneh, yaitu bahwa Freemasonry cocok berkembang di wilayah-wilayah yang jiwa ke-Islamannya kurang, dengan kata lain mereka menganggap jika Freemasonry selaras dengan Islam Kejawen.
Terlepas dari tulisan ini terlihat cukup anti-semitis (anti ras Yahudi), sebenarnya tidak juga. Karena di sini yang ingin saya ungkapkan, adalah keburukan-keburukan dan kebiadaban zionis Israel, bukan ras Yahudinya. Apalagi orang-orang Yahudi yang tinggal di luar Israel sendiri, banyak yang tidak sepakat dengan pendirian Negara Israel maupun kebijakan-kebijakan politiknya. Bagaimanapun juga tidak bisa dipungkiri meskipun kekejaman zionis Israel, telah membuat citra bangsa Yahudi di dunia terpuruk, tetapi secara umum ras Yahudi memang dianugerahi kecerdasan otak yang tinggi oleh Allah SWT. Para banker kelas dunia macam George Soros, pengusaha sukses AS Donald Trump, sampai mantan PM Inggris D’Israeli dan pakar politik Edward Said, mereka semuanya berdarah Yahudi. Sedangkan yang menjadi musuh bersama (Public Enemy), masyarakat Internasional saat ini khususnya umat Islam, adalah Zionisme Internasional (Freemasonry dan organisasi-organisasi yang berada di bawah naungannya) sebagai kepanjangan tangan dari zionis Israel. Sebagai penutup saya sekedar mengingatkan bagi para pembaca tulisan ini, termasuk para pendukung zionis Israel, bahwa klaim ‘Tanah yang Dijanjikan’ sebagai dasar pendirian Negara Israel adalah hal yang kadaluwarsa. Karena dalam Kitab Suci Taurat sendiri telah menjelaskan, tentang kekurangajaran Yahudi dan “Rijsatul Kharab”, negeri najis perusak yang dikumpulkan untuk mendapatkan kutukan Tuhan.

Sumbersari, Tegalboto Kidul, Jember, Rabu 9 Juni 2010


Referensi:

Website
Israel dan Mesir Buka Blokade Gaza Setelah Serangan Mematikan. Http: Tempointeraktif.com- diakses tanggal 2 Juni 2010
Kasihan, Nyawa Abbas di Tangan Israel. Http: Indonesia.irib.ir-diakses tanggal 31 Mei 2010.
Kisah Keoknya Pasukan Komando Israel. Http: Tempointeraktif.com-diakses tanggal 2 Juni 2010
Sepuluh Relawan Gaza Akan Kembali ke Indonesia. Http: inilah.com-diakses tanggal 2 Juni 2010
Tehran: Maju Terus, Konvoi Flotilla!!! Http: Indonesia.irib.ir-diakses tanggal 31 Mei 2010.
Wawancara Tempo dengan Pemimpin Hamas, Mahmud Zahar, Soal Kekejaman Israel. Http: Tempointeraktif.com-diakses tanggal 2 Juni 2010.
WNI Relawan Gaza: Misi Belum Berakhir. Http: vivanews.com-diakses pada tanggal 3 Juni 2010.


Buku
Parsi, Trita. Treacherous Alliance: The Secret Dealings Of Israel, Iran and The U.S. (dalam edisi
Indonesia, Aliansi yang Membingungkan: Kesepakatan Rahasia di Antara Israel, Iran dan AS). Copyright @ 2007 by Yale University.
Al-Hawali, DR. Safar. Menanti Ajal Israel, Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Ahli kitab. Solo:
Jazeera, 2005.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2010 MOSAG-Moslems Avant Garde | Design : Noyod.Com | Images: Moutonzare