Senin, 14 Juni 2010

History of My Clan (Tarikh Keluargaku)

Sejak kecil saya tidak pernah tahu dari golongan atau mazhab mana tapi yang pasti saya cukup mengetahui bahwa saya lahir di lingkungan yang cukup agamis, di desa Canga’an Lor sebuah dusun yang indah permai di wilayah pelosok Kabupaten Madiun. Berbagai ritual keagamaan seperti yasinan, tahlilan dan lain-lain (yang biasanya dianggap ritual khas Nahdliyin) akrab saya jumpai selama tinggal di daerah ini. Banyak hal menarik yang masih membekas di benak saya selama enam (6) tahun di Canga’an Lor, kebiasaan berenang di sungai dari anak-anak desa (saya Cuma menonton), pelajaran mengaji rutin setiap sore di masjid di pinggir sungai yang langsung dihandle kakek luar saya dan putra-putranya, dan yang tidak bisa dilupakan jalan-jalan pagi sehabis subuh bersama para sepupu dan sahabat dekat menyusuri pinggiran desa sambil berburu buah-buahan. Sayangnya semua hal yang menarik ini harus ditinggalkan karena sekitar tahun 1991 saya bersama kakak perempuan kedua dan adik perempuan yang masih balita, mengikuti Ibu pindah ke rumah ‘keprabon’ (istilah jawa untuk rumah keluarga batih/besar) nenek di Ponorogo. Ternyata selama di kota ini saya mengalami semacam shock culture yang efeknya tetap berlanjut hingga dewasa, dalam pergaulanpun saya hanya memiliki satu atau dua saja teman akrab, karenanya saya lebih dikenal sebagai anak yang pendiam dan pemalu. Tidak sebagaimana anak-anak lain yang sudah mulai belajar sepeda sejak kecil atau hobi bermain bola sepak, saya justeru lebih suka dirumah dan membaca buku diantaranya tarikh Islam, Sejarah Umat Islam karangan HAMKA dan buku-buku karangan SH. Mintardja seperti; Api di Bukit Menoreh, Bunga di Atas Batu Karang, Panasnya Bunga Mekar dan lain-lain (kebanyakan bertemakan kepahlawanan bersetting zaman Singhasari hingga era colonial VOC) yang dikemudian hari turut membentuk karakter saya. Dan selama sekolah di SD Muhammadiyah di kota REOG saya adalah murid yang paling ‘istimewa’ dikarenakan menjadi satu-satunya siswa yang bercelana panjang, sementara siswa kebanyakan bercelana pendek. Hal ini bukannya tanpa sebab saya mengalami musibah tersiram air panas (dari leher hingga ujung kaki) ketika usia tiga tahun dan bekasnya tidak bisa hilang hingga sekarang, so tidak ada jalan lain untuk menutupi bekas luka bakar di kaki selain dengan memakai celana panjang, meskipun tidak ada dampak berarti karena setiap hari mendapat banyak cemoohan akibat penampilan yang dianggap melanggar ‘adat’ yaitu bercelana panjang (sialnya ketika saya sudah di bangku Aliyah/SMA, SD Muhammadiyah justeru mewajibkan siswa putera bercelana panjang…hehhh kenapa ga’ dari dulu siiiiiiihhh!). Tabiat dan karakter saya tidak banyak berubah hingga ke bangku Aliyah, tetap lebih suka membaca buku (terutama novel, dan ensiklopedi Islam/dunia) dibandingkan maen kerumah teman atau berpacaran (bagi saya ketika itu ga’ penting n buang-buang waktu dan tenaga).
Tapi ada semacam perkembangan psikologis yang menarik sewaktu saya memasuki kelas 2 Aliyah, ketika itu saya mulai mengenal pemikiran2 Sayyid Quthb, Hassan al-Banna dan Cak Nur (nurcholis madjid) di bidang ideology dan Kahlil Gibran (saya sempat mengkhatamkan ‘Sayap-sayap Patah’nya) di bidang puisi dan sastra. Bahkan pernah suatu ketika saya marah dan merobek tanggal 17 agustus dari kalender (setiap kali ingat sekarang saya juga heran), karena menganggap negeri Indonesia ini tak lebih dari representasi toghut yang kafir. Kebingungan akan basis ideologi yang dianut keluarga turut mempengaruhi hal itu pula, sebab saya juga sempat bingung akan status ideologi masuk Nahdliyin atau yang lainnya. Belakangan saya baru tahu lewat info dari kakak perempuan yang pertama bahwa sebenarnya kami ini hasil persilangan dari dua ideologi, keluarga dari pihak bapak di madiun adalah Muhammadiyah tetapi berada dilingkungan Nahdliyin, sedangkan keluarga Ibu di Ponorogo adalah sebaliknya Nahdliyin tetapi berada dilingkungan Muhammadiyah.

Road to UNEJ (juli 2004&juli 2005)
Sejak di kelas 3 Aliyah aku sudah memiliki rencana kuliah di Jember karena disana ada kakak perempuan yang pertama, dan telah lulus kuliah dari Bhs. Inggris FKIP UNEJ tahun 2001. Waktu itu aku belum memiliki bayangan hendak kuliah di UNEJ di jurusan apa? Tapi kurang lebih 2minggu menjelang SPMB 2004 aku sudah memutuskan mengambil HI debagai jurusan yang kupilih. Belajar siang malam kulakukan dengan dibimbing kakak perempuanku sendiri, cos aku juga sudah tiba di Jember jauh2 hari sebelumnya (hamper bersamaan saat kuputuskan HI sebagai jurusan yang kupilih). Saat hari-H pun tiba dengan agak grogi aku berusaha sebaik mungkin di ujian SPMB yang berlangsung di Fakultas FISIP (awal juli 2004), hari pertama aku hamper kesulitan di menjawab soal2. Kemudian di hari kedua aku cukup berhasil mengurangi ketegangan dan kupun berharap hasil keseluruhan akan positif, namun kenyataannya lain di hari pengumuman kelulusan SPMB (Agustus 2004) namaku tidak tercantum. Namun dihatiku masih menyimpan harapan “Masih ada mentari di hari esok”.
Selama setahun lebih aku menganggur dirumah tapi tidak terlalu menganggur karena kekosongan kegiatan aku isi dengan beternak unggas (sebenarnya ini paksaan dari bapak), dan selain itu aku juga menulisi buku harian untuk menghilangkan jenuh. Kegiatan lain untuk mengusir kejenuhan adalah berkunjung kerumah paman di Canga’an Lor, Madiun kampong halamanku, tidak pasti aku kesana terkadang sebulan sekali hingga tiga bulan sekali. Atau terkadang aku mengisi kejenuhan dengan lari2 pagi mengitari Stadion BK (Batoro katong) Ponorogo (tapi hanya berjalan dua minggu) lalu akhirnya bosan. Pernah aku mengalami nasib agak sial dalam beternak, anak2 ayam satu kandang mati semua akibatnya bapak memarahiku habis-an, sampai sekarang aku masih ragu apa penyebabnya (antara H5N1 atau Human Error). Di dunia sport pun aku mengalami goncangan hebat (mungkin seluruh pecinta bola tanah air juga merasakannya) di saat Timnas Merah-putih berpeluang merebut AFF Cup u/pertama kalinya, di first leg partai final di kandang sendiri justeru di babat Timnas “Negeri Singa” Singapore dengan skor cukup telak 3-1 diiringi kemarahan puluhan ribu penonton yang menyaksikan pertandingan tersebut di gelora Bung Karno (7-01-05).
Tetapi memang nampaknya; “Tuhan Selalu Mengabulkan Keinginan Makhluknya Meskipun Kelihatannya Terlambat”. Hal itulah yang mungkin terjadi pada diriku pasca kegagalan menembus SPMB 2004, karena ternyata dengan ‘keberhasilan yang tertunda itu’ aku bisa mempersiapkan diri lebih matang untuk kemudian bisa menaklukan SPMB ’05 dan masuk HI Unej. Setelah setahun lebih berharap bisa masuk ke Jurusan ini.

Back to The Past (Ponorogo Tempoe Doeloe : 1902-2005)
Kakekku lahir pada tahun 1902 di Tambak Bayan, Ponorogo atau setahun setelah kelahiran Ir. Soekarno, proklamator negeri ini. Lingkungan keluarga kakek adalah para jagal(tukang potong) sapi dan kambing, sesuai dengan profesi dari ayah kakek. Ada cerita yang unik mengenai perjodohan yang berlanjut ke pernikahan antara kakek dan nenekku, ketika itu nenek sebagai anak yatim piatu dari keluarga ningrat (konon silsilah keluarga kami bila ditelusuri bisa sampai ke kraton Solo dan Untung Surapati, ini bukan menyombongkan silsilah keluarga tapi memang kebanyakan keluarga terpandang di kota ini memiliki darah biru) dibesarkan oleh kedua orangtua kakek. Kisah hidup nenekku cukuplah memprihatinkan, ditinggalkan kedua orangtuanya ketika belum cukup umur dan harta warisannya di claime oleh para sepupunya sebagai hak sah mereka. Saat nenek sudah cukup paham akan hal itu, orangtua angkatnya memberi nasehat “Lilakno wae nduk, kabeh tumindak’e manungsa iku mesthi oleh piwales saka sing agawe urip (Gusti Allah)”, dan ternyata benar apa yang dikatakan beliau karena beberapa waktu kemudian setelah nenek dewasa dan telah menikah. Saudara-saudara nenek yang merampas harta warisan beliau mendapat musibah (kalau tidak bisa disebut azab), usaha-usaha dagang mereka bangkrut, keluarganya tercerai-berai ada yang suaminya lari dengan wanita lain, menjadi gila dan lain sebagainya. Dan nenek sendiri ketika sudah cukup umur menikah (usia 12 tahun) dengan kakek yang sudah berusia 26 tahun, kalau tidak salah sekitar tahun 1928 (bertepatan dengan Sumpah Pemuda), mungkin waktu itu menikah di usia belasan tahun memang menjadi trend.
Entah dikarenakan keuletan usaha atau memang bakat alami nenek mulai merintis usaha batik tulis dengan Brand : Batik Tulis “Cap Kapal Lajar”, awal kesuksesan terbaca ketika kakek dan nenek mendirikan rumah di kawasan elit ‘wetan pasar’ Jl. Hayam Wuruk (sekarang Jl. KH. A. Dahlan) pada tahun 1953 dan selesai pada pertengahan dasawarsa itu. Saat itu kawasan Jl. Hayam Wuruk memang menjadi pemukiman kaum elite, tidak sembarang orang bisa tinggal disana, kalau bukan orang ningrat atau pengusaha sukses seperti kakek dan nenek contohnya. Yang dapat menandinginya hanyalah kawasan pecinan, area itu terbujur dari arah utara hingga ke selatan di pusat kota (tepatnya disekitar aloon-aloon, sekarang menjadi kawasan pertokoan….tapi tetap ‘dikuasai’ oleh orang-orang China keturunan). Pada tahun-tahun 60-an dan 70-an adalah masa-masa kejayaan Batik Tulis di Ponorogo, dengan kata lain dari sepuluh orang pengusaha Batik Tulis yang sukses salah satunya adalah nenekku, sedangkan kakek juga tak ketinggalan menyokong usaha nenek melalui usaha penjagalan hewan ternaknya. Hal itu juga tidak lepas dari berdirinya GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) di Indonesia pada 1967, dimana perusahaan-perusahaan batik Ponorogo adalah salah satunya. Meskipun demikian sebagaimana roda yang berputar kadang diatas terkadang pula dibawah, demikian pula usaha Batik nenek, sejak akhir 1970-an secara terus-menerus dan pasti mengalami defisit anggaran. Utang-utang bisnis semakin menumpuk, ketika kakek masih ada itu semua bisa segera ditutupi berkat usaha kakek dari bisnisnya, tapi sepeninggal kakek usaha Batik nenek semakin limbung dan pada awal 1980-an bisnis beliau resmi dinyatakan pailit. Hal itu diikuti dengan penjualan beberapa asset kekayaan seperti rumah, dan tanah-tanah (kebun luas di belakang rumah dan deretan rumah di depan SD Muhammadiyah, dulunya tanah milik kakek-nenek), selain untuk melunasi hutang bisnis juga untuk menutupi kerugian usaha kopi budheku yang juga bangkrut. Ada peristiwa tragis ketika itu, sisa uang dari penjualan asset kekayaan kakek-nenek itu ternyata diperebutkan putra-putrinya, putra nenek yang nomer tiga (budhe Nur) dengan gemas menyebar uang itu sehingga jatuh berhamburan di ruang keluarga, entah bagaimana ekspresi nenek ketika itu (akupun mendengar kisah ini dari ibuku tercinta, yang cukup dekat dengan budhe Nur dan juga putra-putri kesayangan kakek). Sejak saat itu nama Batik Tulis Kapal Lajar seperti hilang tertelan bumi, aku masih sempat menjumpai papan nama perusahaan ini di halaman tengah, hingga akhirnya rumah keprabon juga dijual pada awal tahun 2005 kepada seorang China Muslim karena alasan yang sama (terakhir aku lihat papan nama Batik Tulis Kapal Lajar, sudah menjadi atap dari kandang ayam, di rumahku yang baru).

Restoration of The Clan As’ad (2005-until now)
Ternyata di jurusan HI/UNEJ tidak semudah yang kukira, sangat penuh liku-liku perjuangan moral, mental, perasaan dan keberanian. Sempat dekat dengan beberapa teman wanita (tidak perlu kusebut namanya), tapi itu semua berakhir sehubungan dengan naiknya gengsiku sebagai kabid di UKM KeIslaman FISIP dan juga sebagai anggota KAMMI merangkap simpatisan MMI. Terlebih lagi di semester 3-4 itu adalah ketika prestise sedang di puncak-puncaknya, aku sering menolak bersalaman dengan lawan jenis dan menolak berboncengan dengan mereka, effect negatifnya aku sering dianggap sombong dan jaim (emang kenyataannya begitu…..). Namun aku akhirnya juga mengalami fluktuasi ruhani (bahasa kerennya Futur) dan sempat depresi karena soal organisasi yang amburadul, dan akhirnya aku ogah-ogahan menjalani tugas sebagai ketum komsat. Pertimbanganku sederhana, buat apa susah-sudah mikirin organisasi yang orang-orangnya pada minggat semua, dan mereka belum tentu mikirin aku, bullshit! Mulai semester 5 banyak pelanggaran kubuat berkaitan dengan hijab (contohnya empat kali aku berboncengan dengan teman cewek dari dan ke kampus). Pengalaman yang paling menantang dan berkesan adalah ketika aku masih aktif di UKMO Tapak Suci UNEJ di sini, aku memiliki caps 3-4 kali bertanding di berbagai turnamen (sayangnya gak ada yang menang, 2 kali kalah KO & 1 kali kalah angka….bagaimanapun juga kalah angka tetep aja kalah!).
Tak terasa waktu terus berjalan dan cakramanggilingan tetap berputar. Sekarang aku sudah menginjak semester 8, yang seharusnya sudah lulus tapi belum juga lulus karena beberapa alasan. Kini aku sudah punya beberapa target, diantaranya lulus maret 2010 dan ikut Dikmapa PK (Pendidikan Pertama Perwira, Prajurit Karir) pada oktober tahun yang sama. Bila target itu tak terpenuhi, masih ada plan B yaitu mengikuti training pegawai DepLu. Dan bila itu masih gagal lagi aku masih punya plan C, usaha wiraswasta dalam bidang apapun (jualan buku, makanan dan lain-lain), yang penting halalan wa thoyyiban. Sebenarnya aku sudah ada bayangan tema skripsi yang akan kuambil, yaitu mengenai Islam dan politik di Turki bisa juga soal ekonominya, tapi belakangan jadi ragu juga soale datanya cukup susah dicari. Lagipula aku sudah ada bayangan tema yang baru, tentang perompakan di laut. Yaa… mungkin harus dipertimbangkan dengan lebih matang dulu sebelum mengambil keputusan. Seperti saat aku hamper mengikuti test beasiswa Pa PK TNI kemaren yang gak jadi karena IPK yang mepet (2,69) padahal untuk dalam persyaratannya IPK min. 2, 80. So otomatis kubatalkan.

Lembar Baru Semester Genap
Hari ini ku kembali duduk di depan computer, merenungi perjalanan hidup yang rumit n berliku terutama sejak ditemukannya Face Book (He….3x…g’ nyambung ya?:-). Rencana u/cuci tangan dari keaktifan di kesatuan terpaksa tertunda, aku tidak bisa menolak permintaan saudaraku seagama, Hawali yang butuh tenaga di pos Binsat (Pembinaan Satuan) KAMMDA Jember. Meskipun begitu aku hanya mampu menyanggupi hingga Maret 2010, cos orientasiku sekarang bukan hanya di KAMMI dan kuliah tapi juga masa depan yaitu bagaimana kelak jika menikah, oleh sebab itu aku sudah mulai merintis kerja kecil2-an. Belum bisa dikatakan berhasil, maklum masih baru dan kami memakai Branding:”Hamatsah-library Book Store.” Sistem penjualannya aku mengambil barang dari tangan kedua dan menjualnya lagi, Max 3 hari sekali bagi hasil dengan pihak distributor. Rekor penjualan terbesarku adalah waktu Pembukaan MTQ Jatim di Jember, sekitar tanggal 26 or 28 juli ’09 ketika itu kudapatkan Rp 70ribu dalam sehari (sudah dipotong hasil kotor yang Rp.330ribu).

Semester x, 16 Mei 2010
Mungkin ini akibat kesalahanku dalam mengambil strategi di awal kuliah, terlalu menyibukkan diri di pelbagai kegiatan non-akademik. Akibatnya kuliahku sering keteteran dan malah aku saat ini mengulang mata kuliah yang sama untuk ketiga kalinya (parah banget khan?!). Tapi seperti yang kuceritakan sebelumnya, ternyata para akhi-akhi di KAMMI masih mempercayai aku untuk menjabat satu periode kepengurusan di Komsat KAMMI Unej (hasil penggabungan/penciutan komisariat Kammi di Unej, dari awalnya 4 menjadi hanya 1 Komisariat). Dan tahun berikutnya (tepatnya bulan juli 2009), aku dipromosikan sebagai Kadept. Binsat (pembinaan komisariat), awalnya aku menolak dengan alasan fokus ngerjakan skripsi n target lu2s juli. Tapi akhirnya kuterima juga dengan syarat hanya menjabat hingga Maret 2010, tapi kenyataannya sampai sekarang aku tetap menjabat (di dept. minim personel, tinggal aku sendiri dan 2 akhwat n yang satu sakit2-an). Target lu2s juli pun ternyata masih jauh dari harapan, (beberapa kali bab1 yang kuajukan di kembalikan dosen n harus direvisi lagi…..). Apalagi konflik antara Komsat Unej dengan FSUKI (Forum Silaturrahim Unit Kerohanian Islam) semakin meruncing, terkadang waktu ngetik tiba2 ada calling dari para kamerad-ku ngajak ngopi di warkop (warung kopi) membicarakan keadaan yang kian genting. Tapi sebenarnya konflik ini hanya terbatas di tataran ikhwan, sedangkan di akhwat cenderung bersikap netral (cos akhwat kammi komisariat unej sekaligus adalah personel/pengurus FSUKI). Meskipun begitu ada kabar gembira, pertama aku sekarang menjadi seorang paman (kakak perermpuan yang nomer dua melahirkan anak pertama laki2, diberi nama Luthfan). Kedua, Komsat Kammi Banyuwangi terbentuk pada November 2009. Meskipun begitu ada selentingan kabar yang kurang baik, seminggu lalu dalam pertemuan MSK (Majelis Syuro’ Kampus) ada pernyataan dari seorang perwakilan DPW Partai Islam (saya cukup muak menyebut nama partai ini, yang selalu menggambarkan diri sebagai partai “Islam” dan “dakwah”, dan juga menjadikan rumor jika KAMMI underbow partai ini), yang menyebutkan jika disebuah kampus ada potensi konflik antara Kammi dengan LDK maka salah satunya harus dibekukan (celakanya dalam mengambil contoh, si bapak dari DPW ini mengatakan Kammi yang dibekukan, mengambil contoh kasus Komsat Kammi Unesa). Aku turut geram akan hal ini, perlukah dipertanyakan kembali “Sampai di manakah eksistensi dan kemandirian Omek dari bayang-bayang parpol?”

Jum’at, 02.43 a.m., 4 Juni 2010
Malam mini sebenarnya aku berencana mencicil ngerjakan skripsi, tak tahunya malah main game sampai jam 2 pagi ini. Pikiranku kacau hatiku kesal, aku kehabisan ide untuk skripsiku, otomatis aku belum menghubungi dosen pembimbing. Target lulus bulan juli tahun ini terpaksa di tangguhkan, kemungkinan paling cepat aku baru bisa lulus November tahun ini. Kemarin tepatnya pada sekitar pukul 8.00 a.m. KAMMDA Jember melakukan aksi solidaritas terhadap relawan Palestina, yaitu tragedi pembantaian akivis kemanusiaan yang menggunakan kapal ‘Mavi Marmara’ berbendera Turki. Rombongan relawan kemanusiaan itu terdiri dari 9 buah kapal dari berbagai Negara (sekitar 50 negara), hingga saat ini sekitar 600-an aktivis ditahan Israel, yang di bebaskan dan dipulangkan ke negaranya baru sekitar 40-an orang. Sementara nasib aktivis lainnya yang jumlahnya ratusan Israel, masih simpang siur (kabarnya mereka mendapatkan perlakuan buruk, selama di dalam tahanan). Demikian juga nasib 12 relawan asal Indonesia.
Aksi pagi ini dimulai dengan longmarch dari D-Way menuju Bunderan DPRD. Selama aksi di isi dengan orasi bergantian, teatrikal dan ditutup dengan pers release dari PP KAMMI, Rijalul Imam. Penampilan teman-teman lumayan serem karena pas lagi puasa sunnah senin-kamis, sampai bakar bendera Israel segala. Akupun juga ikut orasi, sialnya sebagian bilang kurang semangat (Jan*** tenan!!! Kurang semangat gundulmu, tenaga wis entek n ku sudah berusaha sebaik-baiknya), memang ku sering hilang kata di tengah setiap kali orasi. Bagaimanapun juga ini adalah wujud kepedulian KAMMI terhadap kebiadaban Israel, meskipun begitu aku berani taruhan jika disuruh berangkat ke Palestina saat itu juga, belum tentu ada yang mau. Akhirnya aksi inipun hanya mengulang yang sudah-sudah, aksi turun ke jalan yang di isi dengan, oras mengutuk Israel, teatrikal dan bakar bendera Israel lalu kemudian lupa. Kali ini jangan sampai hal itu terulang kembali, karena ada firman Tuhan : “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kau mengatakan apa yang tidak kami lakukan.”, karena itu sudah sepantasnyalah aksi ini bukan sekedar aksi. Tetapi setidaknya mampu ditindaklanjuti dengan usaha yang berkesinambungan, misalnya; membuat forum palestina di FB, Twitter atau mengirim tulisan-tulisan di media cetak untuk menggalang opini publik agar pro-Palestina
Aku sendiri memiliki konsep kelompok diskusi bebas. Mengambil nama MOSAG (kepanjangan dari, Moslem’s Avant Garde), atau Garda Depan Muslim, meminjan istilah dari revolusi Perancis dan Bolsyevik Rusia (arti asli Avant Garde dari bahasa Perancis sendiri adalah ‘Penjaga Muka’ atau ‘Pelopor’, sedangkan dalam konteks Marxism berarti Tentara Merah). Bukan berarti kelompok diskusi yang kudirikan ini menganut asas sosialis-komunis, meskipun Islam sendiri sudah meliputi nilai-nilai sosialis-humanis di dalamnya. Karena tujuan kelompok diskusi MOSAG ini adalah untuk mematangkan pemikiran pemuda muslim, baik yang duduk di bangku kuliah maupun yang sudah bekerja. Secara ringkas rincian kelompok diskusi ini adalah sebagai berikut:
Visi: Memberikan pencerahan terhadap keterkungkungan ide2/pemikiran Islam dari pengaruh kelompok dan golongan tertentu.
Misi: Membentuk para pemuda berjiwa Islam reformis yang kritis terhadap kemerosotan peran agama dan penyelewengan fungsi institusi agama di masyarakat.
Bentuk kegiatan: Pertemuan pekanan (waktu dan tempat kondisional), berupa diskusi bebas dan santai tanpa moderator (kecuali untuk tema2 khusus), sambil ngopi dan rokok’an (dilarang pake narkoba n bawa cewek).
Sifat keanggotaan: tidak mengikat, dan juga tidak menggunakan metode rekrutmen siapa pun bebas datang. Syaratnya pemuda muslim dan harus berjiwa kritis.
Rencana mengenai tema kajian:
1. Sejarah Islam Klasik (dari zaman Nabi Muhammad-‘Utsmaniyah)
2. Alam Islami (perkembangan kontemporer dunia Islam)
3. Tokoh2 pembaharu Islam (lintas pergerakan)
4. Konsep Negara dalam Islam dan Barat


Syair-syair Tanpa Makna (ga’ wajib dibaca kok)
Terkadang hati ini sangat membencimu…..
Kau seakan telah menyayatkan pedang, di hatiku…
Walau ku akui ku pernah mengagumimu, dann bahkan sempat berharap bersanding denganmu…
Tapi kini harapan itu t’lah sirna!!!
Kegagalan-demi kegagalan s’lalu mewarnai langkahku, dalam memegang ‘panji-panji’ ini…
Dan mungkin di matamu ku hanya seorang hina-dina, orang yang tak berguna!
Kini awan hitam semakin pekat menyelimuti hatiku, aku ta’ peduli lagi dengan ‘Tandzhim’ harakah yang mengekang jiwa & menyempitkan nalar kita…
Salahkah aku bila sempat mengharapkan dirimu?...
Mungkin juga kita bedua tidak salah…
Ruang & waktulah yang merubah kita menjadi seperti ini, bila waktunya tiba khan kulupakan ‘isyq ini, dan jika sudah pulih jiwaku khan kupimpin pasukan bekuda tu’ merebut kembali ‘syurga-syurga yang hilang’ di atas bumi ini…

Oleh : Harimau patah taring, al-mosag, Gavazat Forever
Hari penulisan, ?-?-‘08

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2010 MOSAG-Moslems Avant Garde | Design : Noyod.Com | Images: Moutonzare